

Memanfaatkan Gawai Untuk Stimulasi Bicara Anak
Diposting pada tanggal: 31-10-2020
30 Likes
Selama ini, gawai dianggap menjadi salah satu biang dari keterlambatan kemampuan bicara (speech delay) pada anak. Oleh karenanya, orang tua selalu diwanti-wanti agar tidak memberikan gawai terlalu dini pada anak. Anjuran tersebut memang tepat, apalagi bagi anak-anak 0-2 tahun. Anak pada usia tersebut lebih butuh untuk diajak beraktivitas yang dapat menstimulasi kemampuan sensorik dan motoriknya. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa anak sebenarnya sudah akrab dan terpapar gawai sebab orang tua menggunakan gawai setiap hari.
Melihat kenyataan di atas, hal yang bisa aku lakukan adalah mengurangi intensitas paparannya sekaligus memanfaatkan penggunaan gawai untuk stimulasi anak, dalam hal ini untuk stimulasi bicara. Lalu, bagaimana stimulasi bicara anak dengan memanfaatkan gawai?
Pertama, buat aturan gawai apa yang boleh diakses anak.
Aku sendiri berusaha membatasi anakku untuk mengakses Youtube hanya dari smart TV di rumah. Alasannya karena TV jaraknya cukup jauh dari mata anak, sementara kalau menggunakan handphone, jaraknya terlalu dekat dengan mata. Penggunaan handphone dengan jarak dekat dapat merusak mata anak di usia dini. Selain itu, menurutku handphone berpotensi lebih besar membuat anak kecanduan daripada televisi. Apalagi handphone dapat dibawa kemanapun. Kalau anak sudah kecanduan, orang tua sendiri yang akan kerepotan karena anak akan tantrum ketika handphone diambil.
Kedua, orang tua wajib mendampingi anak saat mengakses gawai.
Untuk menstimulasi bicara anak, aku biasanya menayangkan video-video edukasi dari Youtube. Setelah itu, aku duduk disampingnya dan ikut bernyanyi bersamanya. Aku juga kerap melemparkan pertanyaan, mengajaknya berhitung atau mendeskripsikan detail-detail yang ada di video tersebut. Berdasarkan video yang ditayangkan, aku mengajak anakku untuk mengidentifikasi siapa saja nama tokohnya, lokasi, aktivitas yang tokoh-tokoh tersebut lakukan dan sebagainya.
Aku dan suami juga bersepakat, saat sedang jalan dan makan di luar, anak tidak boleh diberi tontonan. Jadi kami habiskan waktu untuk menikmati momen, makan, dan ngobrol saja. Bukankah pada dasarnya anak lebih senang mendengar suara dari orang tuanya sendiri?
Ketiga, manfaatkan kecanggihan buku Augmented Reality.
Buku-buku dengan teknologi Augmented Reality (AR) di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya. Aku mendapatkan buku AR dari event Big Bad Wolf. Buku AR menurutku sangat bermanfaat ketika ingin mengajak anak membaca buku sekaligus berinteraksi dengan karakter dalam buku tersebut.
Cara menggunakan buku dengan teknologi augmented reality sagat mudah yaitu dengan mengunduh aplikasi rujukan di Apple Store/Play Store, lalu ikuti petunjuk yang diminta. Setelahnya, kita langsung pindai (scan) laman depan dan isi buku untuk memunculkan tokoh cerita menjadi interaktif dalam rupa tiga dimensi. Anak-anak akan mendapatkan pengalaman unik dari buku tersebut. Dari situlah kita bisa ajak anak membaca, berinteraksi dengan karakter, bermain, dan belajar bersamaan.
Keempat, sensor tontonan anak.
Orang tua berperan penting sebagai juru sensor tayangan yang layak bagi anak. Meski kita membuka youtube for kids, ternyata isi dari videonya tidak 100% layak di tonton anak, apalagi balita. Untuk stimulasi bicara, aku memilih tontonan bagi anakku dengan syarat utama video tersebut harus menampilkan tokoh-tokoh yang berbicara secara jelas. Sebab, ada video yang tokoh-tokohnya tidak berbicara, melainkan bergumam atau menghasilkan suara lain yang tidak jelas. Barulah syarat selanjutnya, video harus tidak mengandung unsur kekerasan, pornografi dan pornoaksi.
Intinya, kita sebagai orang tua bertanggung jawab penuh terhadap pengasuhan anak. Jangan sampai memasrahkan anak di bawah asuhan gawai, hingga suatu hari nanti menjadi boomerang bagi kita sendiri. Agar anak lancar berbicara kuncinya cuma satu, yakni konsisten berinteraksi dengan anak. Ajak anak bicara sesering mungkin. Gawai dan media lainnya hanya sebagai sarana dan sumber referensi topik pembicaraan orang tua dengan anak.
Sudahkah Ibu mengajak anak berbicara atau bernyanyi setiap hari?
Semoga artikel ini bermanfaat. Terima kasih
Salam hangat, Alfizza Murdiyono